Jumat, 03 Desember 2010

ASAL MULA NAMA “TEREMPAK”

Pangeran Merta mengemukakan usul yaitu dengan jalan merempak batu
diantara kedua tempat tersebut.yang mana
diantara kedua tempat tersebut batunya dapat
dirempak, disitulah nanti akan dibuka
Negeri. Lalu diadakanlah pengujian
merempak batu itu.
Berangkatlah mereka ke Teluk
Antang untuk merempak batu di teluk ini.
Rupanya batu-batu ditempat tersebut tidak
dapat dirempak oleh Pangeran Merta dan Datuk Kaye Dewa Perkase, pergilah
mereka ke teluk yang banyak ditumbuhi pohon-
pohon bakau untuk merempak batu.
Dalam pengujian itu ternyata batu yang menyebabkan terkandasnya sampan
Pangeran Merta dan Datuk Kaye Dewa Perkase dapat dirempak, lalu disitulah
keputusan bahwa diteluk itu akan dibuka Negeri baru sesuai dengan usul Pangeran Merta.
Penjelasan :
Adapun perkataan rempak itu
menjadi kata-kata daerah dari penduduk
daerah itu yaitu rempak atau empak-empak
artinya pun sama degan arti tersebut diatas yaitu
mengunyah dengan gigi. Mengenai batu yang dirempak itu masih diperkirakan ada
sampai sekarang letaknya di tepi sungai dekat SMP Negeri 2 Terempa sekarang ini dan
sebagai tandanya oleh orang-orang dahulu
ditanamlah sebuah pohon kabu-kabu
(KAPAK) didekat batu itu. Tahun
berapa dan siapa yang menanam pohon kabu-
kabu itu tidaklah dapat diketahui, sedangkan sungai yang dimaksud adalah sungai yang
dinamakan dengan Sungai Sugi sekarang.
Setelah berhasil menemukan daerah
untuk dijadikan Negeri baru pulanglah Datuk Kaye Dewa Perkase dan Pangeran Merta ke Gunung Kute.
Begitulah selalu dijawab oleh penduduk daerah Gunung Kute jika ada yang mau
pergi ke teluk itu yaitu dengan jawaban
hendak pergi ke batu Terempak. Dari asal kata Terempak itulah yang telah mengalami perubahan-perubahan ucapan namanya yang menjadi TEREMPA.
Disamping itu sampai sekarang
selalu kita dengar cerita tentang orang-orang kebal, orang kuat yang dapat memecahkan batu, membengkokkan besi dan lain-lain. Orang-orang dahulu memang terkenal gagah perkasa serta sakti.

A.BERDIRINYA KOTA TEREMPA
Setelah sekian hari ekspedisi itu mereka lalui, maka pada suatu hari
bertemulah mereka dengan suatu teluk yang terdapat sungai yang cukup luas yang bisa
dilalui oleh sampan-sampan kecil.
Amat senanglah hati mereka
karena telah menemukan suatu lokasi baru yang mana lokasi itu telah berhari-hari
mereka cari. Merekapun masuk dan mendarat ketempat yang baru mereka temui itu. Tempat itu adalah Teluk Antang sekarang ini.
Merekapun mulailah berunding
untuk memilih lokasi mana yang lebih baik dan pantas dijadikan tempat pemukiman
mereka nanti. Dari hasil perundingan itu
mereka memutuskan utnuk mencari
lokasi yang lain yang mungkin lebih baik dari
tempat yang ada sekarang (Teluk Antang).
Setelah bulat kata mufakat merek pun mulailah meneruskan perjalanan untuk
mencari lokasi baru yang cocok bagi mereka untuk dijadikan pemukiman.

Akhirnya ditemukanlah sebuah teluk yang agak luas dan sungainya lebar dibandingkan dengan Teluk Antang yang mereka temui,
teluk yang baru ditemukan itu ialah Teluk
Terempa sekarang ini.
Setelah ditemukan tempat baru itu yaitu Teluk Terempa, timbul pula dua
pendapat tentang tempat yang akan
diadakan tempat tinggal mereka.
Pendapat yang pertama menginginkan
Teluk Antang yang dijadikan tempat tinggal,
sedangkan pendapat yang kedua
menginginkan Teluk Terempalah yang baik untuk dijadikan tempat tinggal.
Untuk menentukan atau memilih
tempat yang terbaik untuk dijadikan
pemukiman, maka diadakan suatu
sayembara pertandingan makan batu (mengempak/menggigit batu) yang ada di Teluk Antang dengan batu yang ada di
Teluk Terempa, dengan syarat apabila batu yang ada di Teluk Antang yang dapat
diempak/digigit maka Teluk Antanglah sebagai
pemenangnya dan disanalah akan
diadakan daerah pemukiman baru. Dan apabila
sebaliknya batu di Teluk Terempa yang dapat diempak/digigit maka Terempalah yang akan dijadikan tempat pemukiman baru mereka nanti.
Setelah diadakan pertandingan
makan batu itu, ternyata batu yang ada di
Teluk Terempalah yang dapat diempak/
digigit. Dengan mematuhi peraturan
pertandingan maka diputuskanlah bahwa
Terempalah sebagai pemenangnya dan
disitulah dijadikan tempat pemukiman baru.
Dari asal kata terempa batu yang dipertandingkan tadi maka untuk
memberi nama kampung yang baru
dibangun itu disepakatilah dan diberi nama “TEREMPA” hingga sampai sekarang masih tetap abadi. Dari hari ke hari dari tahun ke tahun perkembangan dan kemajuan semakin pesat dan pengaruh pengucapan kurang enak didengar maka nama Terempa yang berubah menjadi Tarempa.
Setelah diadakan pertandingan mengempak (mengunyah) batu maka sejak
itulah orang mulai merintis untuk
mendirikan perkampungan baru. Sehingga sampai saat ini, rumah penduduk bermunculan
bagaikan cendawan tumbuh di pinggir sungai dan ditempati di tepi–tepi pantai bahkan sampai di pegunungan sekitarnya.

B. KUNJUNGAN ORANG – ORANG
KERAJAAN JOHOR
Setelah berlangsungnya pernikahan Pangeran Merta dengan Putri Seri Balau Selak, maka mereka segera mengirimkan utusannya ke Kerajaan Brunai dan Kerajaan johor yang mengabarkan pernikahan tersebut.
Oleh Sultan Ibrahim maka
didirikanlah utusan untuk memastikannya.
Sewaktu utusan itu sampai di Gunung Kute diketahuilah bahwa Pangeran Merta
dengan penduduk Gunung Kute telah
pindah ke perkampungan baru yaitu di Terempa
sekarang. Lalu mereka pergi ke Kampung
Terempa untuk menjumpai Pangeran Merta. Utusan itu dipimpin oleh Opu Lima yaitu Daeng Perani, saudara dari Daeng Malewa yang diceritakan sebelumnya.
Pada mulanya orang di Kampung
Terempa menyangka bahwa utusan itu hendak menyerang mereka, maka segera
diberitahukan kepada Datuk Kaye dan
Pangeran Merta bahwa telah datang satu
pasukan yang telah memasuki daerah mereka. Untuk itu mereka harus siap melayaninya.
Setelah perahu itu mendarat untunglah Pangeran Merta cepat mengetahui bahwa yang datang itu adalah perahu dari Johor.

Kemudian Daeng Perani dan pengikutnya
segera naik ke darat dan merekapun
disambut dengan baik oleh Pangeran Merta dan penduduk setempat.
Sesampainya di darat utusan itu dibawa mereka menghadap Datuk Kaye.
Pangeran Merta memperkenalkan mereka kepada Datuk Kaye bahwa yang datang itu utusan dari Kerajaan Johor. Kemudian Daeng Perani menerangkan maksud kedatangan
mereka ke Kampung Terempa ini adalah
membawa pesan dari Sultan Ibrahim agar Pangeran Merta kembali ke Brunai atau ke
Johor karena mereka tidak mengizinkan ia
menikah dengan anak Datuk Kaye Dewa Perkase. Tetapi itu semua telah terjadi.
Pangeran Merta tidak mau lagi kembali ke Brunai atau ke Johor karena ia telah betah tinggal di Kampung Terempa apalagi ia telah menikah dan mempunyai istri yang sangat ia cintai.
Setelah diutarakan oleh Pangeran Merta bahwa ia tidak bisa kembali lagi ke Brunai atau ke Johor, maka utusan itupun segera kembali ke Kerajaan Johor untuk mengabarkan berita tersebut terhadap Sultan Ibrahim.
Sejak saat itu berakhirlah sengketa dan permusuhan antara Sultan Ibrahim (kerajaan Johor) dengan Datuk Kaye. Malahan kadang–kadang Pangeran Merta pergi ke Kerajaan
Johor sambil membawa istri dan anak serta mertuanya Datuk Kaye Dewa Perkase.
Jadilah kampung Terempa sebagai tempat persinggahan bagi orang–orang
Johor yang akan menuju ke Brunai atau
sebaliknya, bahkan ada juga yang menetap disini
sehingga bertambah ramailah kampung
Terempa.
Semenjak itu, mulailah orang–orang dari negara lain muncul di Terempa misalnya dari Negeri Jambi ada yang datang ke Terempa.
Tentang kunjungan Daeng Perani ke
Siantan ini dan daerah ini menjadi daerah
takluk Kerajaan Johor. Ini dituliskan oleh Raja Ali Haji dalam bukunya “TAHPAT
ANNAPIS”.

C. KEDATANGAN ORANG – ORANG
BRUNAI
Setelah diketahui oleh Sultan
Ahmad (Raja Brunai) bahwa anaknya
Pangeran Merta telah menetap bersama
lanun–lanun di Laut Cina Selatan, maka ia berusaha untuk membebaskan anaknya dari lanun–lanun tersebut.
Untuk itu Baginda minta
bantuan pada lanun–lanun dari Sulu (Fhilipina).
Maka berangkatlah Hulubalang-hulubalang
Kerajaan Brunai dengan lanun–lanun Sulu yang bernama “BAJAU”.
Pertama kali mereka mendarat
disalah satu pulau di Kecamatan Siantan yang belum ada penghuninya dan belum ada namanya. Akhirnya pulau itu mereka beri nama Pulau Bajau yaitu Pulau Nyamuk
sekarang ini. Kemudian mereka bertemu dengan orang-orang di Pulau Nunse, disana terdapat pengikut–pengikut Pangeran Merta yang telah pindah di Pulau Belibak. Tetapi orang Pulau Nunse itu menunjukkan ke arah kampung Terempa. Setibanya mereka disana, kampung mereka telah ramai dihuni orang sampan–sampan yang telah berlabuh di muara sungai dan juga telah banyak disana.
Mereka disambut baik oleh
Pangeran Merta, amatlah senang hati
angkatan Brunai setelah mengetahui tentang kehidupan Pangeran Merta di Terempa. Tidak lama kemudian utusan itupun segera pulang ke Brunai untuk mengabarkan berita pada
Sultan Ahmad. Dengan utusan itu juga
Pangeran Merta banyak pula mengirimkan
barang–barang sebagai tanda kenangan
kepada Ayahandanya.
Demikianlah keadaan kehidupan di kampung Terempa berjalan dengan aman dan sejahtera dbawah pimpinan Datuk Kaye Dewa Perkase dan Pangeran Merta.
Sedangkan perkampungan di Gunung Kute yang telah ditinggalkan mereka tidak
dibiarkan begitu saja. Sekali–kali mereka juga datang ke Gunung Kute untuk melihat–lihat keadaannya, karena disana juga merupakan tempat tinggal mereka dahulunya dan tidak mudah dilupakan begitu saja.

D. TEMPAT PEMBUANGAN ORANG–ORANG JAMBI
Banyak Negeri yang masuk kekuasaan
Johor diduduki oleh Kerajaan Jambi yang akan mengadakan penyerangan terhadap Negeri Pahang, Negeri–negeri yang mereka duduki itu mereka jadikan sebagai basis pertahanan dalam penyerangan mereka nanti.
Protes–protes tentang pendudukan itu telah dilakukan oleh Sultan Ibrahim terhadap Keraajaan Jambi, namun semuanya itu tidak diindahkan oleh Raja Kerajaan Jambi.
Akhirnya Kerajaan Johor membuat pernyataan perang terhadap Kerajaan Jambi pada tahun 1685 Kerajaan Johor menyerang Negeri Jambi. Sebelum penyerangan itu
berlangsung terlebih dahulu Kerajaan Johor mengadakan persiapan dengan membuka Negeri baru yaitu di Sungai Carang. Dalam
penyerangan itu Kerajaan Negeri Johor
dibantu oleh Kerajaan Negeri Pahang, Riau dan Lingga. Tidak ketinggalan pula
Panglima Kerajaan Johor seperti Opu–opu Lima
Bersaudara yang berasal dari Negeri Bugis.
Akhirnya Kerajaan Negeri Jambi dan para Hulubalang–hulubalangnya dapat
dikalahkan oleh Kerajaan Negeri Johor
dengan bantuan Opu–opu Lima Bersaudara yang berasal dari Negeri Bugis.
Dengan kekalahan yang dialami
Kerajaan Negeri Jambi, maka Negeri Jambi menjadi daerah kekuasaan Negeri Johor, dan oleh sebab itu setiap tahun mereka harus
menyerah upeti ke Negeri Johor yang pusat pemerintahannya telah berpindah ke Negeri baru yaitu di Sungai Carang Pulau Bintan. Adapun tentang peperangan yang disebutkan dalam buku atau kitab “TAHPAT ANNAPIS” karangan Raja Ali Haji.
Untuk membalas jasanya itu, maka
Sultan mengawinkan putrinya Tun Tipah
dengan Daeng Parani.
Adapun Hulubalang–hulubalang Jambi
itu diserahkan kepada lanun–lanun di Laut Cina Selatan yang waktu itu dibawah
kekuasaan anak saudaranya. Di masa itulah persekutuan Johor, Pahang, Riau dan Lingga menjadi Negeri yang mashyur dan mencapai puncak kejayaannya.

E. DAERAH KEKUASAAN JOHOR, PAHANG, RIAU DAN LINGGA
Atas persetujuan Datuk Kaye Dewa Perkase dan Pangeran Merta maka untuk
melindungi penduduk kampung
Terempa serta menjamin tali persaudaraan,
Terempa dijadikan daerah Teluk Kerajaan Johor,
Pahang, Riau dan Lingga pada tahun 1685.
Adapun berkat kesetiaan Opu-opu Lima Bersaudara dan keikutsertaannya lanun–
lanun di Laut Cina Selatan daerah teluk dan daerah kekuasaannya semakin luas hingga akhir hayatnya. Kemudian wafatlah
Sultan Ibrahim dengan tenang dan
disaksikan Opu-opu Lima Bersaudara dan juga dihadapan Ayah saudaranya yang datang dari luar lengkap dengan pengiringnya.



F. MASUKNYA ORANG–ORANG SUKU MANTANG
Setelah masuknya Terempa
didalam daerah Teluk Johor, Pahang, Riau dan
Lingga. Maka ramailah lalu lintas di Laut Cina
Selatan.Pada musim timur (musim teduh) masuklah serombongan perahu yang
berlayar dengan kain kuning memasuki Teluk
Terempa, mereka berasal dari Mantang. Ini diketahui oleh penduduk yang berasal dari pulau–pulau di perairan, karena suku
Mantang itu berada di daerah Riau.
Mereka dipimpin oleh Seorang pemimpin yang mereka sebut “BATIN”.
Batin mereka itu bernama Batin
Kopak, merekalah sekarang yang disebut PESUKU (orang suku laut). Mereka datang untuk meminta izin menyelam “LOLAK” (sejenis kerang–kerangan) dan mendirikan
perkampungan diman mereka menyelam.
Hal itu diizinkan oleh Datuk Kaye Dewa Perkase dengan syarat mereka harus patuh dan taat dengan peraturan yang berlaku
disana. Jika mereka dapat hasil laut sebagian harus diserahkan kepada Datuk Kaye Dewa Perkase di Terempa.
Sampai sekarang keturunan orang
Mantang itu masih ada dan mendiami pulau–pulau di Siantan ini seperti di Mengkait, Air Sena, Pemutus dan sebagainya. Bahasa dan adat istiadat mereka hampir sama dengan orang–orang suku Mantang yang terdapat di perairan Riau.
Menurut ceritanya apabila mereka
disuruh menghadap Datuk Kaye, Datuk Kaye cukup mengirimkan kulit kemak kepada
mereka dengan menerima kulit kemak itu mereka tahulah bahwa mereka dipanggil menghadap Datuk Kaye Dewa Perkase.

G. MASUKNYA SUKU BANGSA LAIN
Adapun suku bangsa yang
biasanya masuk ke daerah ini pada abad XVIII,
mereka masuk ke daerah ini setelah persekutuan
Johor, Pahang, Riau dan Lingga menjadi
daerah takluk Belanda dan bangsa Tiongkok.
Tulisan ini hanya menceritakan
tentang silsilah penduduk asli Siantan maka
mengenai masuknya suku bangsa lain tidak diuraikan secara mendalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar